Artificial Intelegence dan berbagai piranti serta aplikasi digital mewabah. Konon, untuk memudahkan kerja manusia. Dahi kolega saya yang memang update dengan kemajuan teknologi mengernyit heran ketika saya tidak tahu aplikasi duplikasi tulisan itu.
“Aduuh..
gak update…. Payah,” keluhnya. 
Kolega
saya itu menyebutkan 3 aplikasi paling terkenal untuk menduplikasi sebuah
tulisan tanpa terlihat plagiasi. Saya sengaja tidak menyebut nama aplikasi itu karena
alasan etika.
Dengan
menggunakan parafrase , tuturnya, maka setiap orang bisa menduplikasi puluhan
tulisan dalam sehari tanpa terdeteksi sebagai plagiasi. Saat ini bahkan
tersedia aplikasi untuk membuat skripsi, tesis dan jurnal ilmiah. Wah.. betapa
kemajuan jaman mampu menikam orisinalitas berpikir manusia untuk melahirkan
karya yang dihasilkan dari proses dialektika.
Saya
tidak anti teknologi. Tapi teknologi tidak boleh menggantikan kejujuran dan
orisinalitas berpikir dan berkarya. Duplikasi dan pencurian karya adalah dua
hal berbeda. Duplikasi tetap diperlukan. Mass
product yang dihasilkan mesin adalah contoh duplikasi yang dibenarkan. Tak
terbayang jika setiap sepeda motor harus diproduksi hand made setiap partnya. Tapi tidak untuk karya tulis, karangan
atau tesis. 
Tidak
ada satupun yang sungguh-sungguh orisinal di muka bumi ini. Satu sama lain
saling mempengaruhi. Itulah gunanya belajar atau membaca literatur. Temuan
orang lain bisa dikutip asalkan mencantumkan sumbernya atau diabstraksi
sehingga lahir teori baru. Seluruh proses itu tersebut sah secara etika maupun
akademik.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar