Jumat, 17 November 2023

Atas Nama Agama dan Chauvinism, Kita Menghalalkan Darah Orang Lain



Atas nama agama, kita menghalalkan darah bangsa Yahudi atau Palestina. Atas nama kebencian terhadap kaum Rusia, Barat mengijinkan agresi militer. Atas nama ancaman terhadap kedaulatan, bangsa Rusia membumi hanguskan kota-kota di Ukraina.

Cara berpikir primitif itu masih subur tumbuh di abad digital ketika teknologi sudah banyak menggantikan tugas manusia. Naluri primitif merasuki dan menjejali otak untuk melakukan agresi atas nama kesucian agama, solidaritas seakidah, dan kecintaan berlebihan terhadap tanah air.

Itu pulalah yang ada dalam kepala Joe Biden. Presiden Amerika Serikat itu mengacuhkan seruan gencatan senjata yang disampaikan Presiden Jokowi dalam pertemuannya dengan Biden di Gedung Putih, Senin (13/11/2023). Alih-alih menanggapi usulan gencatan senjata yang disampaikan Presiden Jokowi, Biden mengalihkanny auntuk bicara soal iklim. Bahkan menghubungi Netanyahu dan menyampaikan dukungan usai bertemu Jokowi.

Kita bisa bersaudara karena banyak hal. Kita pun bersaudara karena prinsip ukhuwah insaniyah. Bersaudara sebagai sesama manusia adalah puncak persaudaraan. Ukhuwah insaniyah adalah prinsip luhur yang menyatukan manusia atas dasar penghormatan martabat manusia yang lahir dari ayah dan ibu yang sama, Adam dan Hawa.

Ketika konflik Gaza hanya dilihat dari konflik agama, maka membunuh lawan adalah tugas suci. Manusia diredusir dalam labeling agama. Beda agama, halal untuk dibinasakan, bahkan pada bayi lemah sekalipun.

Mari kita lihat konflik Gaza, Palestina dan Israil, sebagai konflik kemanusiaan yang harus dihentikan. Pertumpahan darah tidak dibenarkan. Di abad modern, diplomasi memiliki peran yang sangat kuat, embargo dan berbagai sanksi ekonomi punya dampak signifikan. Embargo itulah yang memaksa Korea Utara dan sejumlah negara yang meiliki fasilitas nuklir menahan diri.

Atas nama apapun, agresi militer hanya menguntung pedagang senjata dan negara-negara besar yang memiliki motif ekonomi dibalik kejatuhan sebuah negara. Jangan mencederai prinsip luhur kemanusiaan dengan dalil-dalil agama dan retorika chauvinism yang mengembalikan peradaban ke era kejayaan Kekaisaran Roma, Jengis Khan dan pemerintahan aggressor sejenisnya.

Setetes darah manusia, terlalu mahal untuk ditumpahkan sia-sia ke atas bumi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kenapa Depok Disebut Kota Petir?

  Depok tercatat dalam Guinness Book of World Record sebagai kota dengan petir paling ganas di dunia. Dari hasil penelitian Prof. Dr. Ir. Di...