Senin, 24 Juni 2024

Greenpeace Kirim Balik Sampah ke Unilever



Unilever mendapat “kado” istimewa yakni kiriman balik sampah plastic dari berbagai produk Unilever, 20 Juni 2024. Aksi ini digelar bertepatan dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Unilever, di kantor Pusat Unilever, BSD, Tangerang.

Pengirimnya karungan sampah itu adalah adalah Greenpeace Indonesia. Unjuk rasa ini bagian dari aksi "Kembali ke Pengirim" yang dilakukan aktivis Greenpeace Indonesia. Aksi ini untuk mendesak Unilever bertanggung jawab atas sampah plastik yang mereka hasilkan dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dalam produk-produk mereka. Dalam catatan Greenpeace, Unilever menjadi salah satu penyumbang sampah plastik terbesar di Indonesia, dengan memproduksi 1.700 sachet plastik per detik.

Sampah kemasan saset yang saat ini dikembalikan ke Unilever merupakan hasil pengumpulan yang dilakukan oleh aktivis greenpeace dan masyarakat umum selama satu pekan.

Dari proses tersebut, Greenpeace berhasil mengumpulkan sampah kemasan saset berbahan dasar plastik sebanyak 50 kilogram

Dalam situs resmi Greenpeace Indonesia (greenpeace.) dalam 5 tahun terakhir, Unilever merupakan salah satu perusahaan FMCG terbesar yang selalu masuk ke dalam daftar pencemar tertinggi, baik secara nasional maupun global. Audit Merek yang dilakukan di 4 negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mendapati Unilever sebagai pencemar teratas dengan jumlah total kemasan plastik sekali pakai sebanyak 1.851.

Secara global Unilever memproduksi saset dan berencana akan menjual 53 miliar saset tahun ini, atau setara dengan 1700 saset per detik. Saat ini Unilever global sedang membatalkan komitmen sebelumnya untuk mengurangi penggunaan plastik murni sebesar 50% pada tahun 2025 — target yang diperbarui kini berfokus pada pengurangan penggunaan plastik murni sebesar 30% pada tahun 2026.

Unilever mengklaim menginginkan dunia yang ‘bebas limbah’, namun 99,8% kemasan plastiknya saat ini adalah kemasan sekali pakai. Analisis Greenpeace menunjukkan bahwa dengan laju saat ini, dibutuhkan waktu lebih dari tahun 3000 sebelum 100% produk plastik Unilever dapat digunakan kembali.

Tanggung jawab produsen atas sampah dan secara khusus tentang saset tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen. Mewajibkan produsen, salah satunya industri manufaktur, untuk membuat peta jalan pengurangan sampah dari kemasannya sebesar 30%. pers Green Peace Indonesia disebutkan bahwa

“Saatnya menagih tanggung jawab Unilever, sebagai salah satu produsen FMCG terbesar di dunia, untuk serius menjalani komitmen pengurangan produksi plastik mereka, serta mendesak mereka untuk membuka peta jalan pengurangan sampahnya,” pungkas Ibar Akbar, Plastic Project Lead Greenpeace Indonesia.

 

Selasa, 18 Juni 2024

Tidak Ada yang Mustahil Dalam Politik, Kecuali Menghidupkan Orang Mati

 


Judul di atas saya kutip dari statement Eriko Sotarduga, Ketua DPP PDI Perjuangan. Begitu akomodatifnya politik, apalagi cuma sekadar koalisi, transkasi kepentingan untuk satu tujuan tertentu di masa tertentu.

Akhir-akhir ini muncul desas-desus bahwa PDI Perjuangan membuka peluang untuk mendukung Anies Baswedan untuk maju di kompetisi Pilgub DKI Jakarta 2024. Sebelumnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) secara resmi mendeklarasikan dukungannya terhadap Anies Baswedan. Deklarasi meluncur mulus. Publik melihat sebagai kelanjutan dukungan politik PKB Jilid 2 pasca Pilpres 2024. Nah beda ketika PDIP DKI Jakarta menggulirkan wacana dukungannya. Internal PDI Perjuangan pun terbelah.

PDI Perjuangan dan Anies Baswedan adalah air dan minyak. Basis grass root berbeda, basis ideologisnya juga tak sama. PDI Perjuangan ditopang nasioalisme. Sementara garis perjuanagn Anies berpijak pada sentiment ideology Islam. Kendati Anies dan timsesnya membantah, namun materi kampanye, narasi dukungan dan kelompok die hard-nya tak pernah lepas dari Islam garis keras.

Mengutip pendapat pengamat Adi Paryitno, kesamaan Anies dan PDI Perjuangan adalah “kesamaan nasib”. Sama-sama tidak didukung oleh Jokowi dalam Pilpres 2025. Sama-sama merasa mendapat perlakuan tidak adil dalam Pemilu 2024.

Jika terjadi, pertimbangan PDI Perjuangan mendukung Anies mutlak karena kalkulasi electoral. PKS sebagai partai pendukungan Anies menang dalam Pileg di DKI Jakarta. Dalam pilpres, angka dukungan Anies (01) dan Prabowo (02) di Jakarta juga tidak terpaut jauh. Artinya jika suara pendukung Anies dikawinkan dengan pendukungan 03 dalam Pilkada DKI Jakarta, maka secara matematis, pasti mengguli kandidat yang diusung Jokowi atau Prabowo.

Kalkulasi poitik kerap tidak sesederhana itu. Tidak ada jaminan pendukung PDI Perjuangan dan PKS pun akan mendukung Anies dan Pilgub DKI Jakarta mendatang. Terbukti dalam pilpres terjadi anomaly antara hasil Pileg dengan Pilpres.  

Saya setuju dengan komentar Ganjar Pranowo, bahwa soal dukungan terhadap Anies Baswedan perlu “diobrolkan” lagi, ujarnya.

Untuk partai sebesar PDI Perjuangan rasanya sangat naïf jika koalisi didasarkan pada “kesamaan nasib”.

DI Perjuangan memang terlihat panik atau minimal “makin meningkatan kewaspadaan”. Manuver Jokowi masih belum berhenti. Usai berhasil meloloskan Gibran sebagai wakil presiden. Bukan tidak mungkin akan disusul oleh Kaesang di Pilgub DKI, menyusul Boby Nasution yang telah lebih dulu mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Sumatarea Utara.

Pertimbangan elktroal paling pragmatis adalah mendorong Anies yang memiliki elektabilitas tinggi di DKI Jakarta untuk menghadang manuver politik Jokowi yang sulit dibaca dan melahirkan tsunami politik bagi Partai Moncong Putih.

Tian Bahtiar

Jurnalis/ Direktur Pemberitaan JakTV

Rabu, 12 Juni 2024

Kecerdasan Buatan Yang Manipulatif



Artificial Intelegence dan berbagai piranti serta aplikasi digital mewabah. Konon, untuk memudahkan kerja manusia. Dahi kolega saya yang memang update dengan kemajuan teknologi mengernyit heran ketika saya tidak tahu aplikasi duplikasi tulisan itu.

“Aduuh.. gak update…. Payah,” keluhnya.

Kolega saya itu menyebutkan 3 aplikasi paling terkenal untuk menduplikasi sebuah tulisan tanpa terlihat plagiasi. Saya sengaja tidak menyebut nama aplikasi itu karena alasan etika.

Dengan menggunakan parafrase , tuturnya, maka setiap orang bisa menduplikasi puluhan tulisan dalam sehari tanpa terdeteksi sebagai plagiasi. Saat ini bahkan tersedia aplikasi untuk membuat skripsi, tesis dan jurnal ilmiah. Wah.. betapa kemajuan jaman mampu menikam orisinalitas berpikir manusia untuk melahirkan karya yang dihasilkan dari proses dialektika.

Saya tidak anti teknologi. Tapi teknologi tidak boleh menggantikan kejujuran dan orisinalitas berpikir dan berkarya. Duplikasi dan pencurian karya adalah dua hal berbeda. Duplikasi tetap diperlukan. Mass product yang dihasilkan mesin adalah contoh duplikasi yang dibenarkan. Tak terbayang jika setiap sepeda motor harus diproduksi hand made setiap partnya. Tapi tidak untuk karya tulis, karangan atau tesis.

Tidak ada satupun yang sungguh-sungguh orisinal di muka bumi ini. Satu sama lain saling mempengaruhi. Itulah gunanya belajar atau membaca literatur. Temuan orang lain bisa dikutip asalkan mencantumkan sumbernya atau diabstraksi sehingga lahir teori baru. Seluruh proses itu tersebut sah secara etika maupun akademik.

Teknologi dibuat untuk memudahkan kerja manusia, tapi tidak untuk kepentingan manipulatif. Seperti sebilah pisau yang bisa digunakan untuk memotong sayur atau membunuh manusia.Teknologi pun demikian.Bisa untuk kebaikan atau sebaliknya. By the way saya baru tahu jika teknologi juga bisa digunakan untuk memalsukan lukisan baru menjadi terkesan kuno dan mirip dengan lukisan aslinya yang berumur 100 tahun lebih. Gila!

Kenapa Depok Disebut Kota Petir?

  Depok tercatat dalam Guinness Book of World Record sebagai kota dengan petir paling ganas di dunia. Dari hasil penelitian Prof. Dr. Ir. Di...