Judul
di atas saya kutip dari statement Eriko Sotarduga, Ketua DPP PDI Perjuangan.
Begitu akomodatifnya politik, apalagi cuma sekadar koalisi, transkasi
kepentingan untuk satu tujuan tertentu di masa tertentu.
Akhir-akhir
ini muncul desas-desus bahwa PDI Perjuangan membuka peluang untuk mendukung
Anies Baswedan untuk maju di kompetisi Pilgub DKI Jakarta 2024. Sebelumnya
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) secara resmi mendeklarasikan dukungannya
terhadap Anies Baswedan. Deklarasi meluncur mulus. Publik melihat sebagai
kelanjutan dukungan politik PKB Jilid 2 pasca Pilpres 2024. Nah beda ketika
PDIP DKI Jakarta menggulirkan wacana dukungannya. Internal PDI Perjuangan pun
terbelah. 
PDI
Perjuangan dan Anies Baswedan adalah air dan minyak. Basis grass root berbeda, basis ideologisnya juga tak sama. PDI
Perjuangan ditopang nasioalisme. Sementara garis perjuanagn Anies berpijak pada
sentiment ideology Islam. Kendati Anies dan timsesnya membantah, namun materi
kampanye, narasi dukungan dan kelompok die
hard-nya tak pernah lepas dari Islam garis keras.
Mengutip
pendapat pengamat Adi Paryitno, kesamaan Anies dan PDI Perjuangan adalah
“kesamaan nasib”. Sama-sama tidak didukung oleh Jokowi dalam Pilpres 2025.
Sama-sama merasa mendapat perlakuan tidak adil dalam Pemilu 2024. 
Jika
terjadi, pertimbangan PDI Perjuangan mendukung Anies mutlak karena kalkulasi electoral.
PKS sebagai partai pendukungan Anies menang dalam Pileg di DKI Jakarta. Dalam
pilpres, angka dukungan Anies (01) dan Prabowo (02) di Jakarta juga tidak
terpaut jauh. Artinya jika suara pendukung Anies dikawinkan dengan pendukungan
03 dalam Pilkada DKI Jakarta, maka secara matematis, pasti mengguli kandidat
yang diusung Jokowi atau Prabowo.
Kalkulasi
poitik kerap tidak sesederhana itu. Tidak ada jaminan pendukung PDI Perjuangan
dan PKS pun akan mendukung Anies dan Pilgub DKI Jakarta mendatang. Terbukti
dalam pilpres terjadi anomaly antara hasil Pileg dengan Pilpres.  
Saya
setuju dengan komentar Ganjar Pranowo, bahwa soal dukungan terhadap Anies
Baswedan perlu “diobrolkan” lagi, ujarnya.
Untuk
partai sebesar PDI Perjuangan rasanya sangat naïf jika koalisi didasarkan pada
“kesamaan nasib”. 
DI
Perjuangan memang terlihat panik atau minimal “makin meningkatan kewaspadaan”. Manuver
Jokowi masih belum berhenti. Usai berhasil meloloskan Gibran sebagai wakil
presiden. Bukan tidak mungkin akan disusul oleh Kaesang di Pilgub DKI, menyusul
Boby Nasution yang telah lebih dulu mencalonkan diri sebagai calon Gubernur
Sumatarea Utara.
Pertimbangan
elktroal paling pragmatis adalah mendorong Anies yang memiliki elektabilitas
tinggi di DKI Jakarta untuk menghadang manuver politik Jokowi yang sulit dibaca
dan melahirkan tsunami politik bagi Partai Moncong Putih.
Tian
Bahtiar
Jurnalis/
Direktur Pemberitaan JakTV
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar