Senin, 08 Mei 2023

Kejahatan Menggila, Tak Ada Lagi Kontrol keluarga



Keluarga AKBP Achiruddin Hasibuan bukan keluarga sembarangan. Achiruddin adalah seorang perwira menengah POLRI, kakak kandungnya Ongku Hasibuan adalah anggota Komisi 3 DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat. Yang membuat miris, isteri Achirudin, Yeti Kurniati, kakak Aditya Hasibuan, Arya Hasibuan, Kakak kandung Achiruddin Ongku Hasibuan (anggota Komisi  DPR RI), dan Sri Puji Hasibuan kompak membela Achiruddin dan anaknya Aditya dengan mengatakan bahwa yang terjadi adalah duel, perkelahian satu lawan satu. Bukan penganiayaan. Allah tengah membuka aib keluarga tersebut. Taka da satu pun yang mengingatkan ke jalan yang benar.

Terlepas dari proses hukum yang tengah berlangsung, yang menjadi catatan saya adalah keluarga Achiruddin ini menilai “wajar” penyelesaian konflik dengan cara duel. Peran Achiruddin sebagai polisi tidak berfungsi sama sekali, bahkan ia melarang upaya orang yang bermaksud melerai. Hal sama juga diungkapkan Ongku Hasibuan, anggota Komisi 3 DPR RI. Tidak ada satupun anggota keluarga yang menjadi kontrol bagi anggota keluarganya.

Ketika Achiruddin memiliki kekayaan tidak wajar, bahkan tanpa merasa malu mereka turut menikmati dan memamerkannya. Lagi-lagi fungsi kontrol keluarga pun sudah tidak berjalan.

Achiruddin adalah salah satu contoh terkini saja, sebelumnya banyak kasus pejabat, isteri dan anaknya pamer kekayaan. Mereka menikmati harta haram tersebut secara berjamaah. Ironisnya, ketika korupsi terbongkar, mereka pun sibuk ikut menyangkal bahkan memberikan label “dizholimi”.

Jika pola nilainya seperti itu, maka pemidanaan tidak melahirkan efek jera. Suami terkena operasi tangkap tangan, tak berselang lama isteri atau anaknya menyusul ke penjara.

Seorang sosialita memamerkan tas Hermes di Jakarta, apalagi di kawasan elit seperti SCBD, bukan hal luar biasa. Para sosialita berinteraksi dengan orang yang secara status sosial nyaris setara. Tapi jika seoarang Kepala Dinas Kesehatan di Lampung, atau Sekda Riau yang daerahnya secara ekonomi didominasi masyarakat menengah bawah memamerkan tas Hermes dan mobil Alphard terasa mencolok mata dan melukai rasa keadilan. Rasa malu sebagai benteng terakhir keimanan telah runtuh. Mereka lupa, atau tidak peduli, bahwa perilaku seperti itu bak membuka aib sendiri di muka umum.

Uang haram itu sejatinya hanya mengotori darah seluruh keturunan sehingga tidak patut dibawa ke rumah. Harta haram tidak membawa berkah. Namun yang terjadi kini sebaliknya, harta haram justru ditunggu seisi rumah. Polisi pangkat rendah kaya disanjung bak raja. ASN eselon menengah dipuja keluarga karena berhasil mengangkat derajat keluarga kekayaan dari hasil hasil menjarah kas negara.

Keluarga sebagai kontrol terakhir akhlak manusia sudah mulai runtuh. Pesan isteri ke suaminya pun kini berbunyi seperti ini “korupsilah sebanyak mungkin pak, tapi jangan sampai tertangkap.”

Astagfirullahhaladzim…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kenapa Depok Disebut Kota Petir?

  Depok tercatat dalam Guinness Book of World Record sebagai kota dengan petir paling ganas di dunia. Dari hasil penelitian Prof. Dr. Ir. Di...