Rabu, 08 Maret 2023

Ring atau By Pass?



Sejak dokter mendiagnosis saya mengalami penyempitan pembuluh arteri jantung, jujur saya bingung dengan metode pengobatannya. Saya berkenalan dengan orang yang dipasang ring hingga 7. Terus-menerus bertambah. Ring ternyata bukan solusi permanen.

“Kenapa demikian dok?” Tanya saya.

“Ring itu kan ada kelasnya. Ada yang tanpa obat, yang dipakai BPJS, biasanya produk Tiongkok. Ada yang pakai obat, lebih mahal, buatan Jerman atau Amerika, bagus dan lebih tahan lama,” jelas dokter.

Ketika saya mengalami serangan jantung, pada tahun 2006, akhirnya pada tahun 2011 saya dipasang ring. Langsung 3 ring, tapi dipasang bertahap. Produksi Tiongkok, dicover asuransi BPJS. Tubuh mendadak fit. Bisa kembali lari bahkan naik gunung. Sayangnya hanya bertahan 2 tahun. Kembali tersumbat di tempat yang sama. Saya kembali pasang ring, pakai fasilitas BPJS. You know what? Dokternya mengaku salah pasang karena alatnya tidak bisa membaca sumbatan pembuluh dengan jelas. Jujur saya terpukul sambil memandangi tangan yang masih lebam usai lakukan katerisasi.

Dengan bantuan seorang teman, akhirnya saya memutuskan untuk berobat ke sebuah rumah sakit swasta yang terkenal karena ditangani dua orang professor spesialis jantung. Kembali dilakukan katerisasi. Di meja operasi beliau meyakinkan produknya berkualitas karena buatan Jerman, “jauh lebih baik dari produk Tiongkok yang sudah bapak pakai,” jelasnya sangat meyakinkan.

Durasi produk Jerman itu tak sampai 1 tahun kembali tersumbat. Saya pun kembali pasang kateter dengan dokter yang sama dengan produk yang sama. “Anda tidak disiplin makan sih. Akibatnya timbul plaque, dan arteri kembali tersumbat,” ujarnya menyalahkan saya.

Sebagai orang awam, saya menerima penjelasan itu. Saya merasa sudah hidup sehat, Saya akui, sesekali saya masih cheating, berhenti merokok dan begadang. Olah raga sesekali. Jauh lebih baik ketimbang kawan-kawan saya yang masih makan “jorok”, merokok bagai kereta api uap, konsumsi alkohol dan tidur larut malam. Sayangnya durasi kesembuhan pun kurang dari dua tahun. Pembuluh arteri saya kembali mampet, nafas sesak dan aktivitas tergantu.

Saya pun ganti dokter sekaligus ganti rumah sakit. Umumnya setiap dokter pasti memuji produknya sekaligus mengkritik produk yang sudah saya pasang. Sepintas mirip pedagang elektronik di Pasar Glodok.

Posisi pasien memang tidak equal. Hubungan pasien dengan dokter didasari asas kepercayaan. Berbeda dengan pengacara dan kliennya, yang berlaku asas ketidakpercayaan. Kita percaya sepenuhnya terhadap diagnosa dan advis dokter, walaupun belakangan kita merasa dokter tersebut salah diagnosa bahkan kurang tepat dalam meresepkan obat.

Saya akhirnya menempuh by pass karena pasang stent atau ring dalam jumlah banyak makin tidak wajar. Lama-lama bisa jadi lord of the rings.  He he he…. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kenapa Depok Disebut Kota Petir?

  Depok tercatat dalam Guinness Book of World Record sebagai kota dengan petir paling ganas di dunia. Dari hasil penelitian Prof. Dr. Ir. Di...