Minggu, 19 Februari 2023

Yuk Bebaskan Diri Dari Toxic Internet



Interaksi di dunia maya dan dunia nyata berkontribusi kuat terhadap kondisi kesehatan psikis seseorang. Bahkan efek mental illness di sosmed bisa lebih dahsyat dibandingkan di dunia nyata. Seseorang bisa berkomentar kasar kepada seseorang yang tidak dia kenal, hanya gara-gara tidak sepaham dengan pendapat dan perilaku orang tersebut.

Di dunia nyata tidak mudah untuk bergibah, gossip atau menyebarkan berita hoax. Perlu lawan bicara untuk mentransmisikan berita bohong atau ujaran kebencian tersebut. Belum lagi barrier psikologis. Perlu nyali besar dan ekspresi meyakinkan agar “gossip murahan” tersebut laku.

Di dunia maya, cukup blast atau forward ke banyak akun, maka tersebar luaslah “fake news” tersebut. Pelakunya tidak selalu punya motif jahat. Kadang karena kurang referensi, hanya baca judul dan tanpa membaca isi pesan secara kritis langsung saja disebarluaskan. Kontennya cocok dengan preferensinya.

Di dunia modern, sosmed dijadikan sarana untuk connecting people. Kawan komunitas, satu kantor, keluarga, lingkungan, pengajian bahkan teman sekolah. Celakanya konten yang dikirim seringkali tidak sesuai dengan tidak mengindahkan perasaan orang yang kemungkinan membaca pesan tersebut. Contoh what’s up group komunitas motor, kerap disisipi konten politik yang menyerang tokoh politik yang tidak disukainya.

Konten-konten semacam itu disebut toxic internet. Orang yang terdampak bisa resisten atau sebaliknya, menerima sebagai sebuah keniscayaan bahkan diyakini sebagai budaya baru. Hal terakhir inilah yang berbahaya, yakni ketika kita permisif terhadap budaya agresif yang berpotensi melukai hak orang lain.

Solusinya adalah break echo chamber. Ekosistem yang negatif harus diputuskan. Bisa dengan cara memblokir akun-akun negatif atau left group. Intinya, keluar dari algoritma yang menjadikan kita konsumen konten-konten yang tidak baik.

Ada juga yang tetap berada dalam ekosistem tersebut, namun dia melakukan perlawan dengan memproduksi atau memposting konten positif sebagai upaya “imunisasi digital.”

Pilihan terserah kepada Anda. Pada tahap awal, saya akan melakukan imunisasi digital dengan memberikan konten tandingan, namun  jika tidak ada perubahan maka saya abaikan saja. Melihat carut-marut dunia maya kadang diperlukan juga, yang penting bisa menjaga jarak agar tetap waras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kenapa Depok Disebut Kota Petir?

  Depok tercatat dalam Guinness Book of World Record sebagai kota dengan petir paling ganas di dunia. Dari hasil penelitian Prof. Dr. Ir. Di...