Mental tempe adalah ungkapan merendahkan yang popular di era Orla dan Orba. Adalah Bung Karno yang pertama kali menggunakan istilah “mental tempe” sebagai ungkapan cemooh terhadap orang yang tidak punya semangat juang, loyo, lemah dan nrimo.
Sang
proklamator menggunakan tempe sebagai analogi yang pas untuk membakar semangat
rakyatnya, khususnya pemuda. Tempe identik dengan makanan murah kaum miskin.
Tidak ada maksud merendahkan tempe sebagai “super food” yang memiliki kandungan
protein nabati tinggi. 
Ungkapan
itu, kini tak relevan lagi. Tempe tak lagi hanya dikonsumsi kaum miskin, namun
makanan favorit semua kalangan. 
Dari
penelusuran sejarah, ternyata tempe merupakan warisan nenek moyang Indonesia.
Tempe pertama kali tercatat muncul pada tahun 1600-an di Tembayat, Klaten, Jawa
Tengah. Karena itu, tempe menjadi populer khususnya di Pulau Jawa. 
Tempe
tercatat di Serat Centhini sebagai bahan makanan yang digunakan untuk membuat
sambal tumpang. Jenis sambal ini pun tercatat menjadi sajian berbahan dasar
tempe tertua sepanjang sejarah.
Serat
Centhini adalah karya sastra 12 jilid di kesusastraan Jawa Baru di tahun 1814.
Karya ini berisi kisah-kisah Jawa beserta ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa
agar tidak punah. Penulisannya berdasar pada masa pemerintahan Sultan Mataram
di tahun 1600-an.
Tempe
sebetulnya tidak cuma dibuat dari fermentasi kacang kedelai, tetapi juga
fermentasi kacang-kacangan lain, biji, hingga dedaunan. Karena itu, dikenal
banyak varian tempe di Indonesia. Misalnya tempe kacang hijau, tempe kacang
merah, tempe kacang koro pedang, tempe biji kecipir, tempe kacang tanah, tempe
lamtoro tempe biji karet, tempe kacang gude, tempe ampas kelapa, hingga tempe
daun singkong.
Awalnya,
tempe dibungkus daun waru, daun jati, dan daun jambu biji. Kini, umumnya
dibungkus daun pisang dan plastik.
Kandungan
gizi tempe yang paling banyak adalah protein. Dari banyaknya kandungan protein
pada tempe banyak orang yang mengonsumsinya untuk memenuhi kebutuhan protein
nabati untuk tubuh. Tempe ini disebut makanan sumber protein nabati. Cocok
dimakan untuk menggantikan daging.
Makanan
khas Indonesia itu telah didaftarkan Kemenkraf sebagai warisan budaya tak benda
UNESCO pada 2021 lalu.
Penggunaan
ungkapan “mental tempe” kini tak relevan lagi untuk membakar semangat kaum
muda. Perlu dicari ungkapan baru. Ada ide?

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar