Sejak dokter mendiagnosis saya mengalami penyempitan pembuluh arteri jantung, jujur saya bingung dengan metode pengobatannya. Saya berkenalan dengan orang yang dipasang ring hingga 7. Terus-menerus bertambah. Ring ternyata bukan solusi permanen.
“Kenapa
demikian dok?” Tanya saya.
“Ring
itu kan ada kelasnya. Ada yang tanpa obat, yang dipakai BPJS, biasanya produk
Tiongkok. Ada yang pakai obat, lebih mahal, buatan Jerman atau Amerika, bagus
dan lebih tahan lama,” jelas dokter.
Ketika
saya mengalami serangan jantung, pada tahun 2006, akhirnya pada tahun 2011 saya
dipasang ring. Langsung 3 ring, tapi dipasang bertahap. Produksi Tiongkok,
dicover asuransi BPJS. Tubuh mendadak fit. Bisa kembali lari bahkan naik
gunung. Sayangnya hanya bertahan 2 tahun. Kembali tersumbat di tempat yang
sama. Saya kembali pasang ring, pakai fasilitas BPJS. You know what? Dokternya mengaku salah pasang karena alatnya tidak
bisa membaca sumbatan pembuluh dengan jelas. Jujur saya terpukul sambil memandangi
tangan yang masih lebam usai lakukan katerisasi.
Dengan
bantuan seorang teman, akhirnya saya memutuskan untuk berobat ke sebuah rumah
sakit swasta yang terkenal karena ditangani dua orang professor spesialis
jantung. Kembali dilakukan katerisasi. Di meja operasi beliau meyakinkan
produknya berkualitas karena buatan Jerman, “jauh lebih baik dari produk
Tiongkok yang sudah bapak pakai,” jelasnya sangat meyakinkan.
Durasi
produk Jerman itu tak sampai 1 tahun kembali tersumbat. Saya pun kembali pasang
kateter dengan dokter yang sama dengan produk yang sama. “Anda tidak disiplin
makan sih. Akibatnya timbul plaque,
dan arteri kembali tersumbat,” ujarnya menyalahkan saya.
Sebagai
orang awam, saya menerima penjelasan itu. Saya merasa sudah hidup sehat, Saya
akui, sesekali saya masih cheating, berhenti
merokok dan begadang. Olah raga sesekali. Jauh lebih baik ketimbang kawan-kawan
saya yang masih makan “jorok”, merokok bagai kereta api uap, konsumsi alkohol
dan tidur larut malam. Sayangnya durasi kesembuhan pun kurang dari dua tahun.
Pembuluh arteri saya kembali mampet, nafas sesak dan aktivitas tergantu.
Saya
pun ganti dokter sekaligus ganti rumah sakit. Umumnya setiap dokter pasti
memuji produknya sekaligus mengkritik produk yang sudah saya pasang. Sepintas
mirip pedagang elektronik di Pasar Glodok. 
Posisi
pasien memang tidak equal. Hubungan pasien
dengan dokter didasari asas kepercayaan. Berbeda dengan pengacara dan kliennya,
yang berlaku asas ketidakpercayaan. Kita percaya sepenuhnya terhadap diagnosa
dan advis dokter, walaupun belakangan kita merasa dokter tersebut salah
diagnosa bahkan kurang tepat dalam meresepkan obat. 
Saya akhirnya menempuh by pass karena pasang stent atau ring dalam jumlah banyak makin tidak wajar. Lama-lama bisa jadi lord of the rings. He he he….






