Rabu, 08 Maret 2023

Alam Semesta Adalah Puisi


Gemerisik dedaunan ditiup angin, riak permukaan air, gemericik air sungai dan debur ombak adalah puisi terindah. Siapapun yang berada dan menyatu di dalamnya akan hanyut dalam ketenangan mendalam. Sebaliknya, ketika kita menjauh dari alam, hanya akan melahirkan perasaan terasing atau teralienasi.

Filsuf Aristoteles membagi dunia dalam dua dikotomi, yakni alam dan “kepalsuan”. Yang dimaksud dengan kepalsuan adalah realita hasil intervensi manusia. Di satu sisi, intervensi ini menolong, namun di sisi lain makin menjauhkan kita dari alam.

Ketenangan dan kebahagiaan menjadi sesuatu yang jauh dan mahal. Liburan harus ke mall bahkan ke luar daerah atau luar negeri. Makin jauh dan mahal. Mengisi waktu luang dengan berselancar di dunia maya hingga kecanduan adalah bentuk teralienasi ekstrim yang melahirkan perasaan kesepian, bahkan putus asa.

Tidak sulit untuk mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di alam. Cukup membiarkan diri kita menjadi bagian dari alam tanpa berusaha menafsirkan atau memberikan penilaian. Jalan bertelanjang kaki di rerumputan, menyusuri jalan tanah setapak, bertelanjang kaki di pantai yang lembut dan hangat adalah cara berkomunikasi kita dengan bumi. Coba direnungkan, sudah berapa lama kaki kita tidak bersentuhan dengan bumi, terpenjara dalam sepatu dan sandal.

Duduk di bawah pohon, terlentang menatap awan adalah bentuk meditasi alam yang menentramkan. Ketenangan itu diciptakan bukan dibayar.

Meditasi alam efektif untuk meredakan kegalauan akibat stress berlebihan. Bukalah diri kita agar bisa menyatu dengan alam. Inilah cara terbaik untuk recharging  jiwa dan raga. Mindful dengan udara yang keluar masuk hidung, dengan angin yang membelai lembut, dan telapak kaki yang menyentuh bumi. Kesadaran penuh terhadap apa yang sedang kita lakukan efektif untuk mengatasi over thinking. Meditasi secara mindful bukan bentuk kemalasan, malah sebaliknya, menjadikan kita jauh lebih produktif.

Intervensi manusia terhadap alam jika tidak dilakukan secara bijak justru merusak ekosistem. “Bencana alam” adalah hasil ketidakseimbangan relasi manusia dengan alam yang cenderung eksploitatif. Alam akan berproses mencari harmoni dan keseimbangan, dia akan terus berputar secara teratur (sunatullah) tanpa peduli dengan konsep waktu manusia.

Kita adalah bagian dari alam semesta. Mengingkarinya atas nama teknologi dan moderenisasi hanya melahirkan penderitaan dan keputusasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar