Seperti
cinta remaja yang biasa disebut “bucin” atau budak cinta. Dimana kondisi
tersebut membuat adanya ikatan emosional antara pasangan yang sudah bisa
membedakan baik atau buruknya sikap dan juga selalu patuh tanpa menilai benar
atau tidaknya. Seseorang yang sudah terkena efek “bucin” akan mempunyai
perasaan kepemilikan yang luar biasa kepada pasangannya. Mereka akan melakukan
apa pun yang membuat pasangannya menjadi senang atau tidak marah dengan dia.
Hal
tersebut sama seperti fanatisme. Jika dilihat penjelasan dari beberapa tokoh
dunia seperti Winston Curchill yang mengatakan Seseorang fanatisme tidak akan
bisa mengubah pola pikir dan tidak akan mengubah haluannya". Bisa
dikatakan seseorang yang fanatik memiliki standar yang ketat dalam pola
pikirnya dan cenderung tidak mau mendengarkan opini maupun ide yang dianggapnya
bertentangan.
Situasi
tersebut banyak terjadi di kelompok agama. Rasa kepemilikan yang hebat dan akan
melakukan segala hal yang diperintahkan dari guru atau tokoh agama tersebut.
Padahal pada kenyataannya, Tidak ada satupun agama yang mengajarkan tentang
keburukan seperti saling benci, saling bunuh, atau pun tidak saling sayang
antar makhluk hidup.
Tetapi
beberapa orang yang dianggap “tokoh” di kelompok agama tertentu yang
menciptakan rasa fanatisme yang melahirkan sikap loyalisme. Sudah banyak kasus
beberapa kelompok yang fanatik terhadap satu “tokoh” yang menyebarkan kesesatan
dalam beragama seperti Panji Gumilang dan Lia Eden. Kekuatan mereka dalam mengendalikan
emosi para pengikutnya dari paham-paham beragama dan juga sikap yang
ditunjukan, membuat kelompok tersebut timbul rasa yakin dengan apa dikatakan
tokoh tersebut.
Seperti
”bucin”, mereka cenderung merasa para tokoh tersebut selalu benar dan pantas
menjadi panutan. Ikatan emosi, keyakinan, dan loyalitas menjadi hasil dari rasa
fanatisme mereka.  
Tidak ada komentar:
Posting Komentar