Kalau kita perhatikan, bisnis kuliner itu bisa dikotakkan dalam dua kubu ekstrem. Kuliner base on experience dan kuliner base on “rasa”. Tempat-tempat yang instagramable seperti kafé yang menjual kopi “kekinian”, dilengkapi wifi gratis adalah contoh tempat kuliner yang menjual “experience”. Menunya lebih nikmat jika dinikmati langsung ditempat (dine in). Beda dengan tempat kuliner yang lebih mementingkan kualitas makanan atau rasa. Misalnya rumah makan padang, Bakmi Golek, Kopi Kenangan, gerai-gerai KFC, MCD, atau warteg. Silahkan dine in, tapi lebih disukai jika drive thru.
Bisnis kuliner base on experience itu dipastikan lebih mahal dibadingan yang base on “rasa”. Perlu biaya besar untuk membangun tempat usahanya. Tidak mungkin warung ukuran 3 x 3 meter. Lokasinya pun biasanya ditempat-tempat strategis dan mahal. Jadi wajar, jika harga makanan atau minumannya juga mahal.
Selain investasi dan over head cost-nya mahal, kuliner yang menawarkan experience ini juga rawan bangkrut. Saat pandemi covid -19 dan pemerintah memutuskan untuk memberlakukan PSBB, bisnis model ini banyak yang gulung tikar. Beda dengan rumah makan padang atau KFC. Walau mengalami penurunan omzet, namun tetap eksis. Orderan melalui go food atau grab food tetap jalan. Bahkan saat ini sudah jadi model belanja kaum menengah perkotaan. Di beberapa gerai bahkan bisa menjamin harga pesan online dan makan di tempat dipastikan sama.
Dari segi omzet, bisnis kuliner base on experience umumnya lebih kecil dibandingkan yang base on rasa. Rasanya lebih menggiurkan punya gerai kecil kopi Kenangan yang melayani take away dibandingkan punya kafe besar dua lantai yang dijadikan tempat “nongkrong” anak SMA yang merayu pacarnya selama 2 jam, dan ketika closed bill cuma Rp 50,000,-. Wuiiih… ngenes!
Setiap orang punya pilihan model bisnis. Jika semua orang punya cara berpikir yang sama seperti saya, susah juga cari resto atau kafe untuk update status atau bikin konten. Cuma itu tadi, kalau tidak diimbangin rasa makanan yang enak, setlah dua tiga kali kunjungan, konsumen biasanya tidak akan balik. “yang penting gua udah pernah kesana dan foto-foto”. Bisa jadi ada tempat kuliner yang berhasil menggabungkan dua elemen (experience dan rasa) sekaligus dan sukses. Cuma jarang terjadi.
Ah.. tiba-tiba saya teringat rumah makan Sate Maranggi Hj Yetty, Purwakarta. Tempatnya simple, joglo tanpa AC tapi jika weekend ratusan orang datang memadati restoran yang berada di hutan jati itu. Mirip orang hajatan, dan umumnya rombongan. Wuiih cuan pastinya….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar