Interaksi di dunia maya dan dunia nyata berkontribusi kuat terhadap kondisi kesehatan psikis seseorang. Bahkan efek mental illness di sosmed bisa lebih dahsyat dibandingkan di dunia nyata. Seseorang bisa berkomentar kasar kepada seseorang yang tidak dia kenal, hanya gara-gara tidak sepaham dengan pendapat dan perilaku orang tersebut.
Di
dunia nyata tidak mudah untuk bergibah, gossip atau menyebarkan berita hoax.
Perlu lawan bicara untuk mentransmisikan berita bohong atau ujaran kebencian
tersebut. Belum lagi barrier psikologis. Perlu nyali besar dan ekspresi
meyakinkan agar “gossip murahan” tersebut laku.
Di
dunia maya, cukup blast atau forward ke banyak akun, maka tersebar
luaslah “fake news” tersebut. Pelakunya
tidak selalu punya motif jahat. Kadang karena kurang referensi, hanya baca
judul dan tanpa membaca isi pesan secara kritis langsung saja disebarluaskan.
Kontennya cocok dengan preferensinya.
Di
dunia modern, sosmed dijadikan sarana untuk connecting
people. Kawan komunitas, satu kantor, keluarga, lingkungan, pengajian bahkan
teman sekolah. Celakanya konten yang dikirim seringkali tidak sesuai dengan
tidak mengindahkan perasaan orang yang kemungkinan membaca pesan tersebut.
Contoh what’s up group komunitas motor, kerap disisipi konten politik yang
menyerang tokoh politik yang tidak disukainya. 
Konten-konten
semacam itu disebut toxic internet. Orang yang terdampak bisa resisten atau
sebaliknya, menerima sebagai sebuah keniscayaan bahkan diyakini sebagai budaya
baru. Hal terakhir inilah yang berbahaya, yakni ketika kita permisif terhadap
budaya agresif yang berpotensi melukai hak orang lain. 
Solusinya
adalah break echo chamber. Ekosistem
yang negatif harus diputuskan. Bisa dengan cara memblokir akun-akun negatif
atau left group. Intinya, keluar dari
algoritma yang menjadikan kita konsumen konten-konten yang tidak baik. 
Ada
juga yang tetap berada dalam ekosistem tersebut, namun dia melakukan perlawan
dengan memproduksi atau memposting konten positif sebagai upaya “imunisasi
digital.” 
Pilihan terserah kepada Anda. Pada tahap awal, saya akan melakukan imunisasi digital dengan memberikan konten tandingan, namun jika tidak ada perubahan maka saya abaikan saja. Melihat carut-marut dunia maya kadang diperlukan juga, yang penting bisa menjaga jarak agar tetap waras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar