Keluarga AKBP Achiruddin Hasibuan bukan keluarga sembarangan. Achiruddin adalah seorang perwira menengah POLRI, kakak kandungnya Ongku Hasibuan adalah anggota Komisi 3 DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat. Yang membuat miris, isteri Achirudin, Yeti Kurniati, kakak Aditya Hasibuan, Arya Hasibuan, Kakak kandung Achiruddin Ongku Hasibuan (anggota Komisi DPR RI), dan Sri Puji Hasibuan kompak membela Achiruddin dan anaknya Aditya dengan mengatakan bahwa yang terjadi adalah duel, perkelahian satu lawan satu. Bukan penganiayaan. Allah tengah membuka aib keluarga tersebut. Taka da satu pun yang mengingatkan ke jalan yang benar.
Terlepas
dari proses hukum yang tengah berlangsung, yang menjadi catatan saya adalah
keluarga Achiruddin ini menilai “wajar” penyelesaian konflik dengan cara duel.
Peran Achiruddin sebagai polisi tidak berfungsi sama sekali, bahkan ia melarang
upaya orang yang bermaksud melerai. Hal sama juga diungkapkan Ongku Hasibuan,
anggota Komisi 3 DPR RI. Tidak ada satupun anggota keluarga yang menjadi
kontrol bagi anggota keluarganya. 
Ketika
Achiruddin memiliki kekayaan tidak wajar, bahkan tanpa merasa malu mereka turut
menikmati dan memamerkannya. Lagi-lagi fungsi kontrol keluarga pun sudah tidak
berjalan. 
Achiruddin
adalah salah satu contoh terkini saja, sebelumnya banyak kasus pejabat, isteri
dan anaknya pamer kekayaan. Mereka menikmati harta haram tersebut secara
berjamaah. Ironisnya, ketika korupsi terbongkar, mereka pun sibuk ikut menyangkal
bahkan memberikan label “dizholimi”. 
Jika
pola nilainya seperti itu, maka pemidanaan tidak melahirkan efek jera. Suami
terkena operasi tangkap tangan, tak berselang lama isteri atau anaknya menyusul
ke penjara. 
Seorang
sosialita memamerkan tas Hermes di Jakarta, apalagi di kawasan elit seperti
SCBD, bukan hal luar biasa. Para sosialita berinteraksi dengan orang yang
secara status sosial nyaris setara. Tapi jika seoarang Kepala Dinas Kesehatan
di Lampung, atau Sekda Riau yang daerahnya secara ekonomi didominasi masyarakat
menengah bawah memamerkan tas Hermes dan mobil Alphard terasa mencolok mata dan
melukai rasa keadilan. Rasa malu sebagai benteng terakhir keimanan telah
runtuh. Mereka lupa, atau tidak peduli, bahwa perilaku seperti itu bak membuka
aib sendiri di muka umum. 
Uang
haram itu sejatinya hanya mengotori darah seluruh keturunan sehingga tidak
patut dibawa ke rumah. Harta haram tidak membawa berkah. Namun yang terjadi
kini sebaliknya, harta haram justru ditunggu seisi rumah. Polisi pangkat rendah
kaya disanjung bak raja. ASN eselon menengah dipuja keluarga karena berhasil
mengangkat derajat keluarga kekayaan dari hasil hasil menjarah kas negara.
Keluarga
sebagai kontrol terakhir akhlak manusia sudah mulai runtuh. Pesan isteri ke suaminya
pun kini berbunyi seperti ini “korupsilah sebanyak mungkin pak, tapi jangan
sampai tertangkap.”
Astagfirullahhaladzim…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar